Opini Polemik PT SAS : Revisi Dini RTRW Kota Jambi, Legitimasi Investasi atau Ancaman Tata Ruang?

Martayadi (kiri) bersama Gubernur Jambi Al Haris. Foto : dok pribadi
Martayadi (kiri) bersama Gubernur Jambi Al Haris. Foto : dok pribadi

Oleh : Ir. Martayadi Tajuddin, MM.*

Kota Jambi sedang diuji. Polemik seputar Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) milik PT Sinar Anugerah Sukses (SAS), sebuah stockpile batu bara yang beroperasi di kawasan permukiman dan dekat sumber air baku, telah mendorong wacana revisi dini terhadap Perda RTRW Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2024.

Bacaan Lainnya

Beberapa tokoh masyarakat, termasuk Jefri Bintara Pardede (Ketua Sahabat Alam Jambi) dan Muchtadi Putra Nusa (Ketua SMSI Jambi), secara terbuka mendukung revisi RTRW. Mereka menilai bahwa regulasi tata ruang saat ini terlalu kaku dan tidak akomodatif terhadap realitas lapangan serta potensi ekonomi daerah.

Revisi, menurut mereka, dibutuhkan agar Kota Jambi dapat “menyesuaikan diri dengan perkembangan” dan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal—terutama sektor batu bara—guna “meningkatkan kesejahteraan rakyat” .
Namun pertanyaannya: benarkah revisi RTRW lebih dini adalah jalan keluar terbaik? Atau justru ini jalan pintas yang berbahaya?

Tata Ruang Bukan Alat Reaksi, Tapi Instrumen Visi

Revisi RTRW memang dimungkinkan secara hukum. Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021 mengatur bahwa revisi RTRW hanya boleh dilakukan satu kali dalam lima tahun, kecuali terdapat kondisi strategis luar biasa. Namun, “strategis” di sini bukan berarti “kegiatan yang telanjur dibangun.”
Tata ruang adalah blueprint jangka panjang, bukan alat legalisasi pasca-pelanggaran. Jika investasi yang berdiri di zona terlarang kemudian jadi alasan revisi, maka ini menciptakan preseden buruk: siapa pun bisa membangun dulu, dan baru meminta aturan disesuaikan kemudian. Ini bukan reformasi, tapi pembiaran.

Investasi, Ya—Tapi Harus Berbasis Aturan
Dalam konteks PT SAS, fakta di lapangan menunjukkan bahwa lokasi stockpile berada di zona pemukiman dan dekat sumber air baku PDAM. Jelas tidak sesuai peruntukan. Bila kemudian aturan diubah hanya untuk menyesuaikan dengan lokasi tersebut, maka makna RTRW sebagai kontrak sosial spasial akan luntur.

Memang benar, seperti dikemukakan para pengamat pro-revisi, bahwa batu bara adalah potensi ekonomi Jambi. Namun tanpa tata kelola yang ketat dan partisipatif, investasi bisa berubah dari berkah menjadi bencana. Penelitian Nofa Martina Ariani dalam Jurnal Planologi (2023) menegaskan, revisi RTRW harus didahului kajian risiko sosial dan ekologi yang objektif. Sementara Saptaningtyas (2005) mengingatkan bahwa dokumen RTRW seringkali lemah akibat minimnya partisipasi dan akurasi kondisi riil lapangan.

Artinya, revisi bisa dibenarkan, tapi bukan demi menyesuaikan kesalahan yang telanjur berjalan. Revisi harus melalui: Audit teknis menyeluruh,Partisipasi masyarakat terdampak, Kajian AMDAL terbuka dan independendan pembuktian bahwa revisi menguntungkan publik secara luas, bukan hanya satu-dua korporasi.

Risiko Jika Revisi Tanpa Nurani

Jika revisi dilakukan semata-mata untuk mengakomodasi fasilitas seperti TUKS PT SAS, maka ada tiga ancaman nyata:
1. Kerusakan lingkungan dan kesehatan publik
Lokasi dekat pemukiman dan sumber air menjadikan aktivitas batubara rentan mencemari udara dan air. Di sejumlah kota, stockpile batubara terbukti meningkatkan ISPA dan mencemari sumur warga (lihat: kasus Kalimantan Selatan, Mongabay, 2021).

2. Pelemahan fungsi RTRW sebagai rencana pembangunan berkelanjutan
RTRW akan dipandang sebagai dokumen politis yang mudah “di-revisi” mengikuti kepentingan sesaat.

3. Hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah
Masyarakat akan melihat revisi ini sebagai bentuk keberpihakan pada modal, bukan keberpihakan pada warga.

Apa yang Bisa Dilakukan?
Alih-alih tergesa mengubah RTRW, sebaiknya disarankan kepada Pemerintah Kota Jambi:
• Mengevaluasi seluruh izin yang diterbitkan: Apakah PKKPR dan izin lingkungan PT SAS sudah sesuai prosedur? Jika ada pelanggaran, lakukan penegakan hukum.
• Membentuk tim independen evaluasi revisi RTRW: Libatkan ahli tata ruang, masyarakat adat, LSM lingkungan, dan perguruan tinggi.
• Menyusun forum publik keterbukaan tata ruang: Libatkan warga sekitar dalam semua keputusan menyangkut ruang hidup mereka.
• Prioritaskan zona pengaman sumber air dan permukiman: Jangan dikorbankan demi fasilitas industri.

Revisi RTRW memang bisa menjadi alat koreksi perencanaan, tapi jangan sampai digunakan sebagai justifikasi atas ketidakpatuhan. Kota Jambi adalah kota pusaka. Tata ruangnya harus dibangun dengan prinsip keadilan antar-generasi, bukan semata-mata efisiensi ekonomi jangka pendek.

Jika aturan ditundukkan oleh kenyataan yang melanggar, maka hukum tata ruang akan kehilangan wibawanya. Revisi boleh saja, tapi harus berbasis nurani, data, dan keberpihakan pada ruang hidup rakyat—bukan modal yang dominan. (*)

*) Penulis adalah Pengamat Kebijakan Infrastruktur, Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan

Referensi:
• Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021
• Saptaningtyas, Rini. 2005. Partisipasi dalam Perencanaan Ruang – Jurnal Dimensi
• Ariani, N.M. dkk. 2023. Mitigasi Risiko Revisi RTRW – Jurnal Planologi
• Mongabay Indonesia. 2021. Polusi Stockpile Batubara di Kota
• Gemalantang.com ( Juli 2025), Jambione.com (Juli 2025)

Pos terkait